🕹️ Puisi Soe Hok Gie Mati Muda
"Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda." ― Soe Hok Gie
Beruntung Gie mati muda. Bersama Idhan, ia tewas dalam dekapan Gunung Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa. Lebih beruntung lagi, abu, sisa-sisa jasadnya disebarkan di gunung Pangrango, meski jasadnya sempat dimakamkan di TPU Tanah Abang.
Dalam beberapa kesempatan, kepada kaan-kawannya Hok Gie selalu mengaku bingung. Pernah suatu kali Hok Gie ditawari posisi di sebuah media massa. Jawaban Hok Gie, sebagaimana ditulis dalam sebuah surat untuk sahabatnya, sudah jelas, "Gue nggak mau, gue mau tetap jadi orang bebas dan tetap jadi cross boy. Enak deh."
Puisi-puisi Soe Hok Gie. "Di sana, di Istana sana, Sang Paduka Yang Mulia Presiden tengah bersenda gurau dengan isteri-isterinya. Dua ratus meter dari Istana, aku bertemu si miskin yang tengah makan kulit mangga. Aku besertamu orang-orang malang…".
Itulah kata-kata filsuf Yunani yang disukai Soe Hok Gie. Ia merupakan salah satu dari mereka yang menjadi arsitek gerakan-gerakan mahasiswa tahun 1966. Ia pula yang mengotaki Long March Salemba-Rawamangun, aksi mahasiswa memenuhi jalan kota Jakarta yang menuntut penurunan harga bensin dan karcis bis kota.
Puisi Terakhir -Soe Hok Gie. INFANTICIDE. INFANTICIDE. Pembunuhan orok ( bayi ) yang dilakukan ibu kandungnya sendiri segera atau beberapa saat setelah melahirkan bayi itu, karena takut ketahuan. Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan.. yang kedua.. dilahirkan tapi mati muda Dan yang tersial adalah berumur tua..
Buohs.
puisi soe hok gie mati muda